Asal Nama Jawa
Frantisek Janecek, pria kelahiran Klaster, 28 Januari 1878 merupakan insinyur spesialis alat-alat tempur. Selama perang dunia pertama, dia membuat sejumlah inovasi senjata, salah satunya granat tangan yang kemudian digunakan oleh bala tentara Cekoslovakia.Pasca perang, permintaan senjata menurun. Janecek memutar otak untuk tetap bisa menghasilkan cukup uang. Dia lantas mendaratkan pandangannya pada industri otomotif roda dua. Pada 1929, catat laman Jawa Motorcycles, Janecek membeli perusahaan sepeda motor Wanderer dari Winklhofer & Jaenicke.
Janecek tidak lagi menggunakan merek Wanderer. Ia membuat merek dagang baru, yakni Jawa. Akronim dari Janecek-Wanderer. Bisa dipastikan nama Jawa tidak ada hubungannya dengan Pulau Jawa di Indonesia.
Proyek pertama yang dilaksanakan Janecek ialah menuntaskan pengembangan motor Wanderer 500. Buah tangan Janecek itu kemudian dinamai Jawa 500 OHV.
Buat memantapkan proses pengembangan sepeda motor Jawa, Janecek merekrut seorang insinyur yang juga mantan pembalap asal Inggris, G.W. Patchett. Mulai tahun 1930 Patchett dipercaya menjadi kepala desainer sepeda motor Jawa.
Pengalaman sebagai pembalap sekaligus keahliannya di bidang mesin dituangkan Patchett dalam membuat produk kedua Jawa. Buat menyesuaikan dengan pelemahan ekonomi di Ceko setelah perang dunia, Patchett membuat motor dengan mesin kecil yang bisa dijual dengan harga terjangkau.
Maka lahirlah Jawa 175, motor bermesin 175cc yang mampu memproduksi tenaga 6 dk. Dengan bobotnya yang hanya 80 kilogram, motor itu bisa berlari secepat 80 km/jam.
Inovasi membuat motor bermesin nan irit bahan bakar memberi dampak positif untuk Jawa. Jawa 175 yang dirilis tahun 1932 terjual 3.000 unit dalam setahun. Model tersebut eksis selama lebih dari satu dekade, sebelum berhenti diproduksi pada 1945.
Setelah Jawa 175 dirilis, tim riset dan pengembangan Jawa sudah bisa membuat mesin sendiri. Ada beberapa produk yang dibuat dengan mesin 250cc dan 350cc 2-tak yang mereka buat, seperti Jawa 350-SV, Jawa 250, dan Jawa 250 Perak.
Sepeda motor Jawa juga aktif di ajang balap. Hal ini tidak lepas dari peran Patchett. Tim pabrikan Jawa berpartisipasi di ajang Isle Man of TT 1932, 1933, dan 1935. Di tahun 1960-an sampai 1970-an motor Jawa tampil di ajang balap ketahanan dan motocross. Tahun 1941 jadi masa kelabu buat perusahaan Jawa. Di tahun tersebut Janecek meninggal dunia. Kendali perusahaan lantas beralih pada putranya, Karel Janecek.
Lika-liku perjalanan Jawa terjadi setelah perang dunia kedua usai. Tahun 1948, Jawa dinasionalisasi oleh rezim komunis Cekoslovakia. Pemerintah juga menggabungkan korporasi Jawa dengan produsen senjata api Cezka zbrojovka. Jadilah dua perusahaan itu dilebur menjadi Jawa-CZ.
Proses nasionalisasi itu tidak lantas mengganggu aktivitas bisnis motor Jawa. Volume ekspor terus meningkat dari masa ke masa. Ada 120 negara yang menjadi tujuan ekspor.
Warsa 1950-an, motor Jawa dibawa masuk ke India oleh perusahaan importir Ideal Jawa. Menanggapi tingginya minat orang India pada motor Jawa, Ideal Jawa berani membuat pabrik produksi di Kawasan Industri Yadavagiri Industrial State di Kota Mysuru, India.
Satu dasawarsa berlalu, seperti dipaparkan Deccan Herald, kemitraan antara Jawa dan Ideal Jawa berakhir. Namun, produksi motor di pabrik Mysuru tetap berjalan. Ideal Jawa berubah haluan dengan membuat merek motor “Yezdi”, mengandalkan para teknisi cabutan dari Jawa.
Ekspansi motor Jepang membuat bisnis Yezdi kian suram selama awal dekade 90-an. Dikutip dari Deccan Herald, Yezdi tersungkur dari kompetisi dan berhenti memproduksi motor pada tahun 1996.
Perusahaan Jawa di Ceko juga terhuyung memasuki warsa 90’an. Merek dagang Jawa diambil alih oleh Jihostroj Velesin, perusahaan manufaktur komponen hidrolik untuk otomotif dan pesawat terbang. Nama perusahaan berubah menjadi Jawa Moto spol s.r.o.
Di bawah firma baru, Jawa mengeluarkan produk-produk yang modelnya lebih modern. Di antaranya Jawa 650 Classic lansiran 2004, Jawa 650 Dakar keluaran 2009, dan Jawa 50 lansiran 2010.
Gaya ikonik dan nuansa nostalgia dari motor Jawa menjadi model Mahindra untuk membuat produk tersebut kembali populer. Selain itu, Mahindra cukup jeli mengakomodir perkembangan zaman, dengan menyematkan teknologi modern seperti ABS. Jawa mencoba membuktikan untuk kembali bangkit, dan bisa saja ada peluang seperti produsen motor asal India seperti Bajaj dan TVS yang masuk Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar